Oleh Dudi Rustandi
Setiap melintasi stopan dan traffic light dalam keadaan merah menuju kuning, klakson kendaraan bermotor sudah saling bersahutan, apalagi ketika lampunya menyalan hijau, saling sahutan klakson di stopan tersebut menjadi ramai dan bahkan sangat gaduh, seolah ada kendaraan yang sengaja memogokan mobilnya agar para pengendara tidak bisa melintas.
Padahal tentu saja kendaraan-kendaraan tersebut bukan sengaja memberhentikan kendaraannya, namun menunggu giliran untuk jalan karena harus mengantri untuk melaju saking banyaknya kendaraan.
Namun apa yang terjadi, ketika lampu menyala hijau, pengendara paling depan seolah menjadi sumber masalah, ia menjadi tertuduh atas kelambanannya melajukan kendaraannya, padahal tentu saja harus menunggu waktu beberapa detik hingga kendaraan yang melintas di perempatan depannya habis atau setidaknya memindahkan gigi. Ya yang paling depan adalah menjadi tertuduh para pengendara di belakangnya.Saya sendiri seringkali kesal sendiri, kenapa para pengendara tersebut dengan mudah menghambur-hamburkan bunyi klakson yang pada akhirnya saling bersahutan sehingga menambah suasana menjadi tambah panas. Barangkali kejadian ini tidak hanya terjadi di Bandung dan Jakarta saja, namun juga kota besar di Indonesia. Para pengendara terburu-buru seolah menjadi penjahat yang sedang dikejar-kerja aparat keamanan yang sedang membututinya di belakang.
Yang paling mengerikan dari kejadian sehari-hari di daerah traffic light tersebut adalah, saat lampu masih menyala merah, dan kendaraan di lintasan depannya sedikit kosong, berani-beraninya menerobos lampu merah tersebut. Ini bukan persoalan apakah dia melanggar hukum atau tidak, tapi dia tidak pernah berfikir bagaimana jika ada kendaraan yang tiba-tiba melaju sangat cepat di lintasan depannya, karena nyatanya lampu lintasan depan masih menyala hijau sedangkan lampu di lintasannya sendiri masih menyala merah. Apakah ia tidak pernah berfikir bahwa kecelakaan dapat datang kapan saja. Apakah ia tidak pernah berfikir jika kecelakaan terjadi bukan saja ia yang celaka, namun juga keluarganya.
Kejadian ini seolah menjadi kebiasaan masyarakat kita yang menunjukan masyarakat yang tidak sabaran. Masyarakat yang dikejar oleh waktu. Padahal waktu sendiri tidak pernah berlari. Kejadian inipun tidak hanya terjadi saat pagi, namun sepanjang hari.
Dalam satu peristiwa klakson bisa saja menjadi pemicu konflik antar pengendara di jalan raya, karena di anggap lamban sehingga pengendara paling belakang membunyikan klakson dengan seenaknya. Pengendara paling depan bisa saja tersinggung, karena sama-sama buru-buru sementara lampu merah belum juga berganti hijau, namun yang belakang terus saja membunyikan klakson agar yang depan cepat melaju.
Cerminan dari ketidaksabaran para pengendara ini seringkali menimbulkan korban jiwa karena kecelakaan. Tidak sedikit karena diburu waktu, kekebutan di jalan raya menjadi pemicu kecelakaan. Saya sendiri seringkali dikagetkan oleh klakson yang berbunyi sangat kencang dengan lajuan kendaraan cepat, padahal jalanan jalur lambat di sekitar Soekarno Hatta Bandung cukup sempit karena kendaraan yang terlalu padat.
Bagi saya sendiri, selaku pengendara yang seringkali menjadi penderita dari klakson-klakson kendaraan di belakang dan kadang menjadi manusia yang tidak sabaran karena yang di depan dianggap lamban melihat bahwa bunyi klakson ketidaksabaran menjadi cermin budaya bangsa. Ia menunjukan karakter masyarakat Indonesia yang nyata. Bunyi klakson tersebut seperti pantasnya adalah kendaraan jenazah yang memang seharusnya cepat sampai tujuan, atau kendaraan pemadam kebakaran yang harus cepat menuju lokasi demi menolong para korban.
Atau barangkali seperti ketidaksabaran iring-iringan pejabat yang tidak sabar menunggu perjalanan untuk bertemu rakyatnya sehingga beberapa kali memakan korban. Mungkin saja ini adalah kualat pejabat sehingga menurun terhadap rakyatnya yang sangat ‘penurut’ atau rakyatnya yang sudah begitu sombong sehingga ingin menyaingi laju kendaraan iring-iringan pejabat.
Inilah cerminan masyarakat kita saat ini yang menjadi budaya masyarakat baru dalam berkendaraan
0 komentar:
Posting Komentar